Bursel, Lintas-Berita.com_ Suara jeritan dari masyarakat Desa Slealale, Kecamatan Leksula kepada wakil rakyatnya di DPRD agar memanggil Kepala Desa terkait penggunaan Dana Desa (DD) dan Anggaran Dana Desa (ADD) namun tak diindahkan oleh Kades.
Hal itu disampaikan oleh salah satu pemuda Desa Slealale Frizthon Liligoly pada komentarnya di Media Sosial Facebook.
Komentar Frizthon Liligoly tersebut terkait pemberitaan pendamping desa dalam membantu Kepala Desa dalam pembangunan di desa.
“Mow (mau) kawal bgmn (bagaimana) laiiii Deng (sementara) kantor desa tiga tahun saja z (tidak habis dibangun), abis (habis) anggaran 2019 sampe Shu (sampai sudah) 2022 mana pendamping desa punya peranan anggaran empat ratus juta lebih pendamping desa Thu dong (mereka) sama deng (dengan) inspektorat yang kata turun di lapangan Shu (sudah) lihat desa macam bgn (seperti begitu) bilang seng (tidak) ada masalah Thu bt bale (saya jadi) heran laiiii ktg (kami desa) slealale samua barang mata abis,” ujar Liligoly.
Liligoly dalam komentarnya mengungkapkan bahwa kepala desa mereka lebih banyak berada di Namrole Kota Kabupaten dari pada berada di desa.
“Kades lebih banyak berada di Namrole,” ungkapnya.
Lanjutnya lagi dalam komentarnya dia mengatakan, dirinya bersama masyarakat desa tidak diam terhadap persoalan di desanya. Dikatakan, mereka telah melaporkan Kepala Desa mereka dua kali ke DPRD Buru Selatan.
“Bukan masyarakat diam masyarakat Shu (suda) lapor di DPRD dua kali masyarakat Shu dtg (suda datang) dan lapor di inspektorat sampe Shu (suda) naik pemeriksan di atas ( di desa) tapi sama saja,” ujarnya.
Sambung Liligoly mengatakan, DPRD telah memanggil kepala desa namun kepala desa tak memenuhi panggilan, dan tidak ada ketegasan dari DPRD.
“DPRD Shu (suda) buat panggilan par (untuk) kepala desa tapi kepala desa seng (tidak) hadir dan tidak ada ketegasan dari DPRD lai,” sebut dia
Masih kata Liligoly menilai Kepala Desa mereka menganggap biasa, sehingga masyarakat Desa sangat kecewa kepada DPRD yang tidak ada ketegasan terhadap kepada Kades tersebut.
“jadi kepala desa anggap itu biasa saja dan kami masyarakat juga pun kecewa dengan hal ini karena ini yang biasa dong (mereka) istilah hukum tajam kebawa tumpul ke atas jadi biar masyarakat datang lapor jua sama saja,” kecam Liligoly.
Sambung Liligoly bahwa DPRD sudah pernah mengevaluasi Badan Inspektorat dan BPMD yang tidak dihadiri oleh Kades untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran.
Yang sangat di sesali oleh Liligoly, tidak ada ketegasan dari lembaga politik (DPRD) baik kepada Inspektorat, BPMD maupun Kepala Desa Slealale.
“Sehingga kades cuek saja karena menurut kepala desa DPRD tidak ada apa apanya. kades itu sudah dipanggil dua kali tapi tidak hadir artinya bahwa kades tidak menghargai DPRD,” kata Liligoly.
Masih Liligoly, jika DPRD sebagai wakil rakyat tidak menyelesaikan persoalan ini akan menjadi masalah di desanya dan masyarakat yang akan di rugikan.
“Dan itu menurut kami masyarakat desa slealale bahwa tidak ada ketegasan sehingga kepala Desa akan acu dengan semua hal dan akan menjadi masalah sehingga kita masyarakat yang korban,” katanya.
Jika masyarakat di desanya menjadi korban, tanya Liligoly, siapa yang mau bertanggung jawab. Menurutnya, mereka suda menyampaikan laporan ke DPRD namun tidak ada penyelesaiannya.
“Kami sudah mengadu berkali-kali tho tidak ada evaluasi yang baik dan penyelesaian yang baik, dan kami menilai bahwa tingkat toleransi DPRD juga sangat tinggi. Sehingga kepala desa itu merasa bahwa mereka itu di manja untuk tetap buat hal-hal yang salah terus karna memang tidak ada ketegasan,” sesalinya.(LB.Tim)