Ambon, Lintas-Berita.com_ Di hadapan anggota Komisi I DPRD Maluku, perwakilan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten Maluku Tengah, Kapolda Maluku Irjen Pol Drs. Lotharia Latif, SH.,M.Hum menginginkan adanya dua aksi nyata yang dilakukan dalam penyelesaian persoalan antara warga Negeri Pelauw dan Kariuw.
Dua aksi nyata yang diharapkan dapat segera diselesaikan adalah pertama mengenai pemulihan pasca konflik, dan kedua yaitu mengembalikan warga Kariu yang mengungsi di Aboru ke Negeri Kariu.
“Ini perlu proses kita dengan Kodam dari awal sudah melakukan tahapan-tahapan, mulai dari kita melakukan kegiatan yang bersifat pencegahan di lapangan, kita melakukan pembersihan dan sebagainya, dan sampai saat ini situasi cukup kondusif,” kata Kapolda di ruang rapat paripurna kantor DPRD provinsi Maluku, Kota Ambon, Kamis (10/3/2022).
Kapolda dalam rapat dengar pendapat menyarankan agar pemulihan pasca konflik dapat segera berjalan. Di mana di dalamnya terdapat tahapan rekonsiliasi, rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap warga Kariu yang masih mengungsi di Aboru.
“Kemarin kita lakukan pra rekonsiliasi di Polresta Ambon. Hadir juga Bupati Maluku Tengah dan perangkat-perangkatnya. Saya sampaikan diplomasi (perdamaian) itu tidak ada sekali dua kali baru selesai (agar selalu optimis),” kata Kapolda.
Kala itu, Orang nomor 1 Polda Maluku ini berharap dalam mewujudkan rekonsiliasi perdamaian dapat dilakukan dengan membentuk tim terpadu.
“Tapi saya berharap untuk membuat mandat orang-orang yang betul-betul ditunjuk untuk rekonsiliasi. Saya kira ini penting, dari Pelauw siapa-siapa saja, dari Kariu juga siapa-siapa saja agar mereka nantinya dapat memberikan masukan kepada tim rekonsiliasi,” katanya.
Mantan Kapolda Nusa Tenggara Timur ini mengaku sangat optimis dan tetap semangat untuk mewujudkan perdamaian di bumi Para Raja-raja ini, khususnya di Pulau Haruku.
“Saya akan tetap semangat (mewujudkan perdamaian di Maluku), sampai mandat saya ditarik oleh bapak Kapolri,” tegas Kapolda yang disambut applause atau tepuk tangan dari peserta rapat dengar pendapat tersebut.
Pemulihan pasca konflik, kata Kapolda, di dalamnya terdapat sejumlah tahapan yaitu rekonsiliasi, rehabilitasi dan rekonstruksi.
“Saudara-saudara kita yang masih di Aboru ini tentu membutuhkan kehidupan berjalan normal menyangkut sandang, pangan, dan papan,” katanya.
Jenderal bintang 2 Polri itu mengaku terus memikirkan keadaan para pengungsi Kariu di Aboru. Ia berfikir bagaimana sekolah anak-anak, kehidupan mereka, hingga terlintas ide untuk menarik mereka menempati SPN Polda Maluku di Passo, dan Rindam XVI/Pattimura di Suli.
Bahkan, lanjut Kapolda, pada 15 Februari 2022, dirinya telah menyampaikan kepada penjabat kepala desa Kariu agar para pengungsi dapat menempati SPN Passo, maupun Rindam XVI/Pattimura.
“Saya bilang sama Pak Pangdam, separuh (pengungsi) di Rindam dan separuh di SPN. Pak Pangdam siap, agar kami bisa mengontrol, kami bisa datangkan guru untuk anak-anak, MCK-nya bagus. Tapi mereka yang tidak mau, saya terus mengajak, tapi mereka tidak mau,” kata Kapolda.
Aksi nyata kedua yang ditawarkan Kapolda kepada peserta rapat dengar pendapat yaitu mengembalikan para pengungsi ke Negeri Kariu.
“Tapi ada juga prasyarat dari kedua pihak (Pelauw dan Kariu) yang masih juga diajukan, dan saya kira semangatnya harus semangat damai sehingga nanti perasaan itu bisa ditemukan, bisa saling menerima, kemudian bisa saling memberikan, win win solusi yang baik sehingga saudara kita (Kariu) bisa kembali,” kata Kapolda terpisah kepada wartawan.
Mengenai persoalan penegakan hukum, Kapolda mengaku tim penyelidikan telah dikerahkan. Bahkan, pihaknya juga sementara sedang melakukan penyidikan kepada masyarakat yang menyebarkan hoax atau berita bohong.
“Kita juga sudah melakukan penegakan hukum kepada masyarakat yang menyebarkan hoax, karena ini juga merupakan hal yang penting untuk kita cegah, karena persoalan ini tidak akan selesai kalau masih ada orang yang terus memanas-manasi dan memberikan informasi palsu. Kita tindak supaya tidak terulang lagi,” tegasnya.
Sementara untuk kasus-kasus kasuistik yang terjadi baik itu pembakaran, penembakan, dan sebagainya sedang dalam tahapan pengumpulan semua bukti-bukti yang ada.
“Tentu saja di dalam proses penyidikan itu kita harus memenuhi hukum positif yaitu alat bukti yang sah yaitu ada keterangan saksi saksi ahli, surat petunjuk dan bukti-bukti di lapangan,” pungkasnya.(LB.04)